Penegakan hukum pelanggaran batas laut di Indonesia menjadi tantangan yang serius bagi pemerintah dan lembaga terkait. Hal ini disebabkan oleh tingginya intensitas pelanggaran yang terjadi di perairan Indonesia, baik oleh kapal asing maupun kapal lokal.

Menurut Kepala Badan Keamanan Laut (Bakamla) Indonesia, Laksamana Muda TNI Aan Kurnia, penegakan hukum di laut memerlukan kerjasama yang baik antara berbagai pihak terkait. “Kita harus bekerja sama dengan TNI AL, Polri, KKP, dan lembaga terkait lainnya untuk memastikan keamanan dan ketertiban di perairan Indonesia,” ujarnya.

Salah satu solusi yang dapat dilakukan untuk meningkatkan penegakan hukum di laut adalah dengan meningkatkan koordinasi antara lembaga terkait. Hal ini sejalan dengan pendapat Direktur Eksekutif Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI), Prigi Arisandi, yang menyatakan bahwa “koordinasi yang baik antara KKP, Bakamla, dan lembaga terkait lainnya sangat penting untuk menegakkan hukum di laut.”

Namun, tantangan terbesar dalam penegakan hukum pelanggaran batas laut di Indonesia adalah kurangnya sumber daya manusia dan alat yang memadai. Menurut data KKP, hanya sekitar 10% dari total perairan Indonesia yang dapat dipantau secara langsung oleh petugas patroli. Hal ini tentu menjadi hambatan dalam menindak pelanggaran yang terjadi di laut.

Untuk mengatasi hal ini, perlu adanya peningkatan anggaran dan pelatihan bagi petugas penegak hukum di laut. Hal ini sejalan dengan pendapat Direktur Eksekutif Indonesian Center for Environmental Law (ICEL), Henri Subagiyo, yang menekankan pentingnya “penguatan kapasitas petugas penegak hukum di laut melalui pelatihan dan pengadaan alat yang memadai.”

Dengan adanya kerjasama yang baik antara lembaga terkait, peningkatan anggaran, dan penguatan kapasitas petugas penegak hukum di laut, diharapkan penegakan hukum pelanggaran batas laut di Indonesia dapat menjadi lebih efektif dan efisien. Dengan demikian, keamanan dan kedaulatan perairan Indonesia dapat terjaga dengan baik.